PENDIDIKAN DI SEKOLAH FORMAL, CUKUPKAH SEBAGAI BEKAL HIDUP ?

Iqra’ dalam Qs. Al-Alaq yang berarti “Bacalah!”, ditafsirkan oleh para ulama sebagai perintah Allah kepada manusia untuk “membaca” dalam arti luas di sepanjang kehidupannya. Membaca disini dimaknai sebagai belajar dan mempelajari segala pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya dan untuk beribadah kepada-Nya. Pada hakikatnya, konsep belajar itu sepanjang hayat. Aku berfikir maka aku belajar, aku belajar maka aku berfikir. Proses belajar dan berfikir hanya akan berakhir pada saat hidup kita di dunia ini selesai. 

Rasulullah SAW bersabda : “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat.”

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim 2699)

Usaha-usaha untuk menumbuhkan hasrat dan keinginan kuat dalam diri manusia untuk belajar dan mempelajari ragam ilmu pengetahuan berguna bagi hidupnya disebut Pendidikan. Dalam konteks formal, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar para peserta didik mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dengan lebih terarah, terstruktur dan terukur.

Pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, -Ki Hajar Dewantara-  

Proses belajar tidak berhenti saat lulus sekolah formal. Adapun pengetahuan dan pengalaman di sekolah formal sangat berguna sebagai bekal untuk dapat melanjutkan perjalanan hidup dengan cara yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Pengetahuan yg didapat pada jenjang sekolah formal bisa menjadi pondasi berfikir dlm menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan, baik secara individu maupun sosial kemasyarakatan.

Tiap jenjang pada lembaga sekolah formal memiliki batasan program kurikulum masing-masing agar proses belajar bisa runut dan sesuai dengan perkembangan usia (perkembangan nalar) dan tahap-tahap kompetensi dari masing-masing jenjang pendidikan itu sendiri.

PAUD sampai sekolah dasar berfokus pada pendidikan dasar akhlak/budi pekerti (dengan merujuk pada agama), stimulasi ragam potensi kecerdasan (multiple intelligences), keterampilan motorik dan kreatifitas yg terintegrasi dalam mapel2 yg dikemas secara terstruktur.

Sekolah menengah (SMP, SMA, SMK/Sekolah Kejuruan) melanjutkan langkah berikutnya pada bidang-bidang ilmu pengetahuan secara lebih spesifik sebagai persiapan utk memilih jurusan di universitas maupun persiapan kerja. Sedangkan sekolah tinggi/universitas merancang program belajar yg fokus pada fakultas ilmu pengetahuan yg dilingkupinya, serta ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan secara umum agar bisa melahirkan SDM yang berkeahlian di bidang masing-masing.

Akan tetapi, untuk bisa terjun berinteraksi dengan baik dalam dunia masyarakat, bekal sekolah formal saja tidaklah cukup. Karena itu, siswa-siswa sekolah menengah (SMP, SMA, SMK/Sekolah Kejuruan) dan para mahasiswa harus juga belajar melalui kegiatan ekstrakurikuler dan aktif dalam institusi non formal, organisasi-organisasi usaha atau sosial baik dalam lingkup sekolah/kampus maupun luar sekolah sebagai wadah mengimplementasikan secara nyata nilai-nilai EQ dan SQ yang sudah didapatkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sekaligus untuk menambah wawasan sosial kemasyarakatan. Hal ini karena praktek dalam kehidupan nyata tidak selalu mulus dan tidak selalu sejalan dengan teori. Dari pengalaman-pengalaman seperti inilah proses berfikir menjadi lebih terasah dalam upaya memecahkan persoalan dan mencari alternatif solusi, sehingga secara otomatis ada pengetahuan-pengetahuan baru yg tak didapat di bangku sekolah/universitas. Inilah sebenarnya yg dinamakan “sekolah kehidupan”.

Lalu bagaimana peran serta dari orangtua dan keluarga dalam mendidik anak-anak?

Kesuksesan seseorang diukur bukan dari kepandaiannya, tetapi dari seberapa besar ia bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, agamanya dan masyarakat lingkungannya.

Pendidikan yang terbaik bagi anak-anak kita untuk bisa “survive” dalam kehidupan adalah mendidik EQ dan SQ nya terlebih dulu, yang harus dimulai dari rumah (orangtua dan keluarga) sejak jenjang pendidikan usia dini hingga menengah. Dalam hal ini, lembaga paud, TK, SD dan SMP hanya membantu orangtua siswa dalam mengkonstruksikan program-program pendidikan komprehensif yang runut sesuai perkembangan usia, sehingga orangtua lebih mudah untuk menerapkan dan menyesuaikannya dengan pola pendidikan di rumah. Adapun IQ anak akan berkembang dengan sendirinya sesuai passion dan fitrah masing-masing. *** maf/artweb-01-26052022

Leave a Reply